Korupsi proyek BTS 4G (Rp 8 triliun)
Kasus dugaan korupsi proyek base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 dalam program Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) di Kementerian Komunikasi dan Informatika 2020-2022 melibatkan eks Menkominfo Johnny Gerard Plate.
Perhitungan BPKP menilai kerugian yang dialami negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp 8 triliun.
Kasus korupsi bupati Kotawaringin Timur
Kasus korupsi yang nilainya cukup fantastis selanjutnya yakni kasus korupsi yang menyeret Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi.
Nilai kerugian negara akibat kasus tersebut hingga Rp 5,8 triliun dan 711.000 dollar AS.
Berstatus tersangka, Supian diduga menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan izin usaha pertambangan kepada tiga perusahaan.
Ketiganya adalah PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia dan PT Aries Iron Mining. Masing-masing perizinan itu diberikan pada 2010 hingga 2012.
Baca juga: Kasus BLBI Dihentikan, Bagaimana Perjalanan Kasusnya Selama Ini?
Kasus surat keterangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) ini terjadi pada 2004 silam saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI.
Berdasarkan audit yang dilakukan BPK, nilai kerugian keuangan negara mencapai 4,58 triliun.
Baca juga: Pro Kontra Wacana Hukuman Mati bagi Koruptor...
Kasus korupsi proyek Hambalang
Hasil audit BPK menyebutkan bahwa kasus korupsi proyek Hambalang ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 706 miliar.
Akibat korupsi tersebut, megaproyek wisma atlet Hambalang mangkrak pada 2012.
Beberapa nama yang ikut terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, mantan Kemenpora Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh.
Baca juga: Diduga Terlibat Kasus Djoko Tjandra, Berapa Kekayaan Jaksa Pinangki?
KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 7 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
Terbesar di Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Deretan kasus korupsi terbesar di Indonesia dibahas dalam artikel ini. Perbuatan koruptif para pelaku secara akumulasi merugikan negara ratusan triliun rupiah.
Para pelaku pun telah diproses hukum. Tak sedikit yang telah divonis bersalah oleh pengadilan.
Kasus Bansos Covid-19 - 2022
Kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 terungkap pada tahun 2022, melibatkan penyalahgunaan dana bantuan yang seharusnya ditujukan untuk membantu masyarakat terdampak pandemi. Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi tersangka utama dalam kasus ini. Dugaan korupsi melibatkan mark-up harga paket bantuan sosial dan pemotongan anggaran untuk kepentingan pribadi. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 14,5 triliun. Skandal ini tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat yang seharusnya menerima bantuan di tengah krisis pandemi. Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana korupsi dapat terjadi bahkan dalam situasi krisis, menunjukkan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dana darurat.
Ikan menjadi salah satu komoditas ekspor yang penting bagi perekonomian sejumlah negara. Dengan permintaan yang terus meningkat di pasar lokal maupun internasional, sektor perikanan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Komoditi ini tidak hanya menyediakan sumber makanan bagi orang di seluruh dunia, namun juga membuka lapangan pekerjaan dan mendukung mata pencaharian masyarakat pesisir. Tidak heran jika berbagai negara bersaing untuk mengekspor ikan.
Dikutip dari laman databoks.katadata.co.id, berikut negara pengekspor ikan terbesar di dunia.
Kasus korupsi Pelindo II
Pada 2020, BPK telah mengeluarkan laporan kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi di Pelindo II.
Dalam laporan tersebut diketahui empat proyek di PT Pelindo II menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 6 triliun.
Empat proyek tersebut di luar proyek pengadaan mobile crane dan quay crane container yang dugaan korupsinya ditangani oleh Bareskrim Polri dan KPK.
Kasus ini menyeret nama mantan Dirut PT Pelindo RJ Lino yang telah ditetapkan tersangka sejak 2015 lalu. Ia diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC.
Baca juga: INFOGRAFIK: 7 Kasus Korupsi dengan Kerugian Terbesar di Indonesia
Kasus penyerobotan lahan di Riau
Kejaksaan Agung berhasil mengungkap kasus korupsi yang menyeret PT Duta Palma Group.
Pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi penyerobotan lahan bersama mantan Bupati Indragiri Hulu (Inhu) periode 1998-2008.
Surya Darmadi diduga melakukan korupsi dalam penyerobotan lahan seluas 37.095 hektar di wilayah Riau melalui PT Duta Palma Group.
Baca juga: Daftar Buronan KPK, Mardani Maming, dan Jejak Harun Masiku
Diketahui, Raja Thamsir Rachman pernah melawan hukum dengan menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan Indragiri Hulu atas lahan seluas 37.095 hektar kepada lima perusahaan milik PT Duta Palma Group.
Surya Darmadi kemudian mempergunakan izin usaha lokasi dan izin usaha perkebunan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional.
Apabila terbukti di pengadilan, kasus korupsi yang melibatkan Surya Darmadi akan menjadi yang terbesar di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp 78 triliun.
Baca juga: Profil Surya Darmadi, Buron KPK yang Kini Jadi Tersangka Kejagung
Kasus korupsi yang menyeret PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPP) menempati peringkat kedua dengan kerugian negara mencapai Rp 2,7 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 37,8 triliun.
Dalam kasus ini, mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono telah divonis 12 tahun penjara.
Sayangnya, mantan Presiden Direktur PT TPPI, Honggo Wendratno yang divonis 16 tahun penjara kini masih berstatus buron.
Baca juga: Resmi Jadi Buron KPK, Berikut Profil dan Kekayaan Mardani Maming
Kasus Asabri - 2020
Skandal PT Asabri (Persero), perusahaan asuransi untuk TNI, Polri, dan PNS Kementerian Pertahanan, terungkap pada awal 2020. Investigasi menemukan adanya dugaan korupsi dan pengelolaan investasi yang buruk, yang mengakibatkan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 22,78 triliun. Kasus ini melibatkan manipulasi investasi di pasar modal, di mana dana Asabri diduga diinvestasikan pada saham-saham berkinerja buruk yang harganya dimanipulasi. Skandal Asabri memiliki dampak yang signifikan, tidak hanya merugikan peserta asuransi tetapi juga mengguncang kepercayaan terhadap pengelolaan dana pensiun dan asuransi negara. Kasus ini juga menyoroti kelemahan dalam pengawasan BUMN dan regulasi sektor keuangan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kasus korupsi PT Asabri
Dalam kasus korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia atau Asabri (Persero), negara harus merugi Rp 22,7 triliun.
Diketahui, jajaran manajemen PT Asabri melakukan pengaturan transaksi berupa investasi saham dan reksa dana bersama dengan pihak swasta.
Sebanyak tujuh orang telah divonis bersalah dalam kasus ini.
Mereka adalah Adam Rachmat Damiri (Dirut Asabri 2011-2016), Sonny Widjaja (Dirut Asabri 2016-2020), dan Bachtiar Effendi (Direktur Investasi dan Keuangan Asabri 2008-2014).
Kemudian Hari Setianto (Direktur Asabri 2013-2014 dan 2015-2019), Heru Hidayat (Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra), Lukman Purnomosidi (Direktur Utama PT Prima Jaringan), serta Jimmy Sutopo (Direktur Jakarta Emiten Investor Relation).
Baca juga: Mengenal Asabri, Perusahaan BUMN yang Diduga Terindikasi Korupsi oleh Mahfud MD
Kasus korupsi PT Jiwasraya
Kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terungkap setelah mereka gagal membayar polis kepada nasabah terkait investasi Saving Plan sebesar Rp 12,4 triliun.
Sebanyak enam orang telah divonis bersalah, yaitu Hary Prasetyo (Direktur Keuangan Jiwasraya), Hendrisman Rahim (mantan Direktur Utama Jiwasraya), Syahmirwan (mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya), Joko Hartono Tirto (Direktur PT Maxima Integra), Benny Tjokrosaputro (Direktur Utama PT Hanson International) dan Heru Hidayat (Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra).
Akibat kasus korupsi ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 16,8 triliun.
Baca juga: Pusaran Kasus Korupsi Jiwasraya dan Dugaan Korupsi di PT Asabri
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memanggil mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda S Goeltom, Selasa (13/11/2018). Miranda sendiri telah datang ke Gedung Merah Putih KPK sejak pukul 09.30 WIB tadi. Ia pun tampak keluar sekitar pukul 11.10 WIB.
Kasus korupsi yang memiliki nilai fantastis berikutnya adalah kasus Bank Century. Pasalnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 7 triliun.
Nilai tersebut berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara atas kasus tersebut.
Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century telah menyebabkan kerugian negara Rp 689,394 miliar. Kemudian untuk penetapan sebagai bank berdampak sistematik telah merugikan negara sebesar Rp 6,742 triliun.
Baca juga: Kritik Publik, Pimpinan KPK: Lama Enggak Nangkap Dinilai Enggak Kerja
Kasus BLBI (Rp 138 triliun)
Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan kasus korupsi yang terjadi saat krisis moneter 1997. Kala itu, puluhan bank kolaps akibat lonjakan utang dan kurs rupiah terhadap dollar AS ambruk.
Dilansir dari Kompas TV (1/4/2024), Bank Indonesia (BI) memberikan suntikan dana sebesar Rp 147,7 triliun ke 48 bank agar tidak kolaps.
Namun, dana itu tidak dikembalikan. Hasil audit BPK pada Agustus 2000 menyatakan negara rugi Rp 138,44 triliun akibat kasus tersebut.
Pada 2007, Kejagung membentuk tim khusus penanganan BLBI. Namun, penyelidikan perkara yang salah satunya melibatkan Sjamsul Nursalim ini dihentikan pada 2008.
Baca juga: Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2
Kejagung mengakui kerugian negara, tapi tidak menganggap adanya tindakan melawan hukum.
Selanjutnya, Satuan Tugas (Satgas) BLBI dibentuk pada 2021 untuk menagih dana negara sebesar Rp 110,4 triliun.
Dana lain telah dibayar oleh para kreditor. Sayangnya, tidak ada kejelasan mengenai keberhasilan Satgas BLBI menagih semua kerugian negara.
Kasus mega korupsi ini menyeret nama eks-Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin A Tumenggung.
Baca juga: Surya Darmadi, Harun Masiku, dan Belasan Koruptor Lain yang Masih Berkeliaran Bebas